followers

Cita-cita yang Terwujud

Written by YESSIOW , Sabtu, 20 November 2010

                      “Assalamualaikum..”

 “Waalaikumsalam.”
                   Aku duduk diatas tanah beralaskan terpal. Dan sembari membuka sepatu,  aku memberitahu ayah apa yang terjadi disekolah.
                   “Ayah, hari ini aku terpilih mengikuti Lomba Sains tingkat SMA!.” Kataku dengan perasaan senang.
                   “Wah, kamu hebat Del. Apa kamu mengikuti lomba itu seorang diri?.” Tanya ayah.
                   “Hmm… tidak yah, aku bersama dua orang temanku. Kami akan diberikan tes-tes sebagai latihan untuk bisa mengikuti lomba.” Jawabku.
                   “Ya sudah kalau begitu. Lebih baik kamu sekarang berganti pakaian, lalu makan. Setelah itu bantu ayah membuat pesanan.” Ucap ayah.
                   Aku bergegas pergi memasuki kamar dan segera makan agar bisa membantu ayah ku membuat pesanan anyaman bakul nasinya. Ayah memang seorang pengrajin bakul nasi di Desaku, dan penghasilannya cukup untuk menyekolahkanku dan membeli kebutuhan sehari-hari. Aku hanya tinggal bersama ayahku, karena Ibuku sudah meninggal saat aku dilahirkan. Dan aku juga tidak mempunyai saudara. Maka dari itu, ayah sangat menyayangiku dan tidak kehilangan ku.
                      “Ayah,siapa yang membeli bakul nasi sebanyak ini?.” Tanyaku penasaran.
                      Ayah tersenyum, lalu menjawab.
                      “Tadi pagi, ayah kedatangan seorang penjual alat rumah tangga. Dan dia ingin memesan bakul nasi ayah untuk di jual kembali di kota.” Terang ayah.
                      “Oh, kalau begitu uang hasil penjualan bakul nasi ini cukup untuk membeli kebutuhan kita dan membayar uang sekolah Adel ya, yah?.” Pintaku.
                      “Iya, besok kamu bisa membayar uang sekolah kamu. Agar nanti kamu bisa mengikuti Ujian nanti.” Jawab ayah.
                      Aku dan ayah kembali mengerjakan bakul nasi itu hingga larut malam.

***
                      Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah bangun membuat sarapan untuk aku dan ayah. Pagi ini aku membuat nasi goreng dan teh hangat. Setelah itu aku bergegas mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
                      “Ayah sudah bangun?.” Tanyaku saat melihat ayah keluar dari kamar.
                      “Iya Del, ayah capek sekali setelah membuat bakul nasi itu hingga larut malam. Kamu sudah bersiap-siap pergi ke sekolah?.” Tanya ayah heran.
                      “Iya yah, Adel sudah bangun dari tadi dan membereskan rumah. Ini, Adel buatkan ayah nasi goreng dan teh hangat.” Tawarku.
                      “ Terima kasih ya Del, kamu sudah membuatkan ayah sarapan. Apa kamu sudah sarapan?.” Tanya ayah.
                      “Sudah yah, baru saja. Kalau begitu Adel berangkat dulu ya. Assalamualaikum!.” Pamitku pada ayah yang sedang duduk di meja makan.
                      “Waalaikumsalam! Hati-hati ya Del.”
                      “Iya yah!.”
                      Sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan Ajeng yang sedang membaca buku di kelas seorang diri, lalu aku menyapanya.
                        “Hai Jeng, kamu lagi baca buku apa?.” Tanyaku penasaran.
                        “Hai juga. Ini, aku lagi baca buku Pengetahuan Alam yang aku pinjam dari perpustakaan. Untuk aku pelajari buat lomba nanti. Oh, iya Del. Kamu tadi dicari sama Pak Pasha. Katanya, kamu harus menghadap beliau sekarang.” Ucap Ajeng.
                        “Memangnya ada masalah apa? Kok tiba-tiba Pak Pasha mencariku?.” Tanyaku penasaran.
                        “Wah aku nggak tahu tu! Mendingan kamu tanya langsung sama Pak Pasha.”
                        “Ya sudah, aku ke ruang guru dulu ya!.” Aku meninggalkan Ajeng sendiri di kelas. Dan melangkah menuju ruang guru.
                        Sesampainya di sana, aku tidak melihat Pak Pasha di mejanya. Lalu, aku bertanya pada Bu Oki yang sedang membaca koran di mejanya.
                        “Pagi Bu!.”
                        “Pagi, ada apa ya?.”
                        “Begini Bu, tadi kata teman saya Pak Pashamencari saya.Apa Ibu tahu Pak Pasha ada dimana?.”Tanyaku.
                        “Oh, ya .Tadi Pak Pasha pesan kepada saya, kalau ada yang mencarinya, beliau ada di Perpustakaan! Jawab Bu Oki.
                        “Oh, kalau begitu saya akan segara kesana. Terima kasih Bu atas informasinya. Permisi!.”Pamitku.
                        “Iya, sama-sama.”Jawabnya.
                        Aku bergegas meninggalkan ruang guru dan berjalan menuju Perpustakaan. Saat tiba disana, aku menengok ke dalam Perpustakaan dan melihat sekelilingnya. Ternyata, Pak Pasha sedang duduk di kursi sambil membaca buku. Lalu, aku menghampiri Pak Pasha. 
                        “Permisi Pak. Apa Bapak tadi manggil saya ?.”Tanyaku gugup”
                        “Eh, Iya Del. Tadi Bapak mencari kmu dikelas. Tetapi kamu belum datang. Ayo duduk, Bapak ingin membicarakan sesuatu pada kamu!.”
                        Lalu, aku duduk di sebelah Pak Pasha dan mulai bertanya.
                        “Soal apa ya Pak?.”Tanyaku Penasaran.
                        “Begini, kamu tidak jadi mengikuti lomba Sains minggu depan.”Jelas Pak Pasha.
                         Aku kaget saat mendengarnya. Padahal, aku ngin sekali mengikutinya. Dan itu adalah kesempatanku untuk bisa meraih cita-citaku sebagai Dokter.
                         “Tapi, kenapa bapak tidak mengikutsertakan saya? Padahal saya mengharapkan ikut lomba itu !.”Jawabku sedih.
                         Tetapi Pak Pasha tersenyum dan menggalengkan kepala. Aku aneh melihatsikap Pak Pasha seperti itu. Apa aku hanya dikerjakai saja oleh Pak Pasha? Ah lebih baik aku bertanya saja agar lebih jelas.
                         “Memangnya kenapa Pak? Saya tidak mengerti kenapa saya tidak jadi diikutsertakan dalam lomba itu?.”
                         “Del, kamu memang tidak ikut dalam lomba itu. Tapi , kamu akan diikutsertakan dalam lomba lain!.”
                         Mendengar penjelasan itu, aku sedikit lebih tenang.Tapi, aku masih bingung. Perlombaan apa yang dimaksud Pak Pasha.
                         “Lalu,perlombaan apa yang bapak maksud?.”Tanyaku lagi.
                         “Kamu akan diikutkan dalam Olimpiade Sains tingkat Nasional.”Jawabnya sambil tersenyum.
                         Haah… aku diikutsertakan dalam Olimpiade Sains tingkat Nasional ?. Aku tak percaya pada diriku sendiri. Akhirnya, aku terplih mengikuti lomba sampai tingkat Nasional. Ayah pasti bangga padaku. Aku harus memberi tahunya sepulang sekolah nanti. 
                         “Bapak tidak mengada-ngada kan?.”Tanyaku lagi.
                         Pak Pasha mengangguk padaku.
                         “Iya Adel. Bapak sungguh-sungguh.Dan tidak mengada-ngada. Bapak tahu kamu mempunyai segudang prestasi, dan bapak memberikan mu kesempatan ini agar kamu bisa mewujudkan cita-citamu menjadi Dokter.”Terang Pak Pasha.
                         Aku sangat berterimakasih pada Pak Pasha yang telah mengikutsertakan aku dalam Olimpiade tingkat Nsional ini. Mungkin ini awal kesuksesanku menjadi seorang Dokter.
                         “Terima Kasih Pak, saya akan memakai kesempatan ini sebaik mungkin untuk meraih cita-cita saya. Kalau begitu saya permisi keluar dulu Pak.”
                         “Sama-sama Del. Ya,silahkan !.” Pak Pasha mempersilahkan ku keluar dari ruangan. Dan aku pergi menuju ruang kelas dengan perasaan senang.
                                                                       
                                                                     ***
                         Dirumah aku segara memberitahu ayah tentang Olimpiade itu. Aku tak sabar ingin memulainya dari mana. Tapi,aku harus menceritakannya. Aku tak melihat ayah ada diruang tamu.Lalu aku mencarinya di halaman belakang tempat biasa ayah mengerjakan bakul nasinya. Akhirnya, aku menemuinya disana. Aku menaghampirinya dan mulai membicarakanya.
                         “Ayah, Adel ingin memberitahu sesuatu. Pasti ayah kaget dan tidak menyangkanya!.”Ucapku riang .
                         Ayah menaruh setengah anyaman bakul itu didekatnya. Dan mulai memandangku penuh tanya.
                         “Tadi, Adel diberitahu oleh Pak Pasha kalau Adel tidak diikutsertakan dalam lomba Sains tingkat SMA. Tapi, Adel malah diikutsertakan dalam Olimpiade Sains tingkat Nasional. Adel nggak nyangka Yah, semua yang Adel impikan terwujud. Ini semua membuat Adel senang.” Jawabku dengan perasaan riang.
                         Setelah mendengar perkataanku ayah meneteskan air mata dan memeluk ku erat-erat. Ayah bangga kepadaku karma bisa berprestasi hingga sejauh ini,walaupun keadaan perekonomian keluarga kami sangat sulit.Namun aku tidak akan pernah mundur demi meraih cita-cita. Dan,aku juga harus membahagiakan ayah yang sudah membesarkan dan mengajariku dari kecil hingga saat ini.Aku pun iku menangis dipelukan ayah. Dan kami larut dalam kebahagiaan ini. Ayah melepas pelukannya dan mengusap air mata ku.
                         “Adel, kamu satu-satunya anak ayah yang bisa membahagiakan ayah. Dan kamu harus rajin belajar lagi agar semua yang kamu inginkan tercapai. Aya percaya dengan kamu Del.” Ayah mencium keningku dan meninggalkan ku sendirian disana. Aku memandang langit dan berdoa untuk senua keinginan mud an juga menohon doa pada ibu agar dia bisa menyemangtiku disana.
                         Setelah beberapa lama aku di halaman belkang, aku terbangun dan masuk kedalam rumah untuk mempersiapkan buku-yang aku butuhkan untuk berlatih bersama Pak Pasha disekolah.

                                                                      ***
                         Pagi ini aku akan berangkat menuju Jakarta. Di sana aku akan mendalami materi yang diberikan oleh Pak Pasha. Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan ayah walaupun hanya beberapa hari. Karena aku sudah terlanjur dekat dengan ayah sampai-sampai aku meminta izin pada Pak Pasha agar ayah bisa ikut menemaniku di sana. Tetapi, ayah tidak diizinkan ikut, karena suatu alasan yang tak kumengerti. Walaupun begitu aku harus tetap berangkat karena ini menyangkut masa depanku.
                         “Ayah…” Ucapku.
                         “Kamu akan baik-baik saja Del. Ayah akan terus berdoa untuk kamu, agar kamu bisa mengikuti lomba itu dengan sebaik mungkin.” Jawab ayah menyemangatiku.
                         Aku mengangguk dan mencium tangan ayah. Lalu, aku memeluknya hingga meneteskan air mata. Ayah mengantarkan ku sampai mobil, dan aku masuk ke dalamnya. Ayah melepas kepergian ku dengan melambaikan tangannya. Aku membalas lambaiannya sambil tersenyum.
                         “Del, apa kamu sudah siap menghadapi Olimpiade ini?.” Tanya Pak Pasha kepadaku.
                         “Adel siap Pak, apapun yang terjadi.” Sahutku.
                         Aku memang bertekad membahagiakan ayah, bagaimanapun caranya. Ayah sudah banyak berkorban untukku. Sekarang, aku pun harus membalasnya dengan cara meraih cita-citaku sebagai dokter. Aku tak sabar ingin mengikuti Olimpiade ini, dan aku juga sudah mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin.
                         Akhirnya, aku telah sampai di Jakarta. Setelah menempuh beberapa jam perjalanan, aku tiba di Departemen Pendidikan Nasional, dan kami masuk untuk mendaftarkan ku menjadi salah satu peserta. Aku tak menyangka bisa datang ke Jakarta jika tidak adanya perlombaan ini. Kemudian aku memasuki sebuah ruanganyang besar berisi puluhan siswa-siswi yang akan mengikuti Olimpiade tingkat Nasional ini. Aku dan Pak Pasha mencari tempat duduk dan mendengar pengarahan dari seorang laki-laki di atas podium.
                         “Selamat siang adik-adik. Hari ini kami dari Panitia Olimpiade Sains tingkat Nasional akan memberikan pengarahan untuk Olimpiade yang akan diadakan 2 hari lagi. Peserta yang mengikuti Olimpiade ini adalah siswa-siswi SMA terbaik yang diambil dari seluruh provinsi di Indonesia. Olimpiade ini akan dilaksanakn di Istora Senayan dan akan dihadiri oleh Bapak Menteri Pendidikan Nasional. Pemenangnya akan mendapatkan Beasiswa untuk masuk di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Dan juga berkesempatan mengikuti Olimpiade Sains tingkat Internasional.” Ucap laki-laki itu.
                         Aku semakintidak sabar dengan perlombaan ini, dan jika menang aku akan mendapatkan Beasiswa untuk masuk ke salah satu Perguruan Tinggi Negeridi Indonesia. Namun, aku tidak boleh terlalu optimis untuk menang. Kaena masih banyak kesempaatan di luar sana.
                         “Adel, mari ikut bapak ke ruang panitia untuk mendaftarkan mu kembali. Kita harus cepat, sebelum pendaftaran di tutup.” Ajak Pak Pasha.
                         “Baik Pak.” Jawabku.

***
                         Hari yang dtunggu-tunggu pun tiba. Aku dan Pak Pasha tiba di Istora Senayan. Di sana, sudah banyak berkumpul para siswa-siswi yang akan mengikuti lomba. Aku merasa gugup dan tidak yakin untuk menang. Namun, aku harus tetap semangat jika aku benar-benar ingin meraih cita-citaku.
                         Tak berapa lama kemudian perlombaan di mulai, dan aku membaca dengan teliti setiap soal yang di berikan. Semua soal mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Namun, aku menjawabnya dengan hati-hati agar tidak ada kesalahan yang kuperbuat.
                         Akhirnya, aku bisa menyelesaikan soal-soal itu dengan baik, tepat dengan waktu yang ditentukan. Aku pun keluar dengan perasaan lega dan menghampiri Pak Pasha yang sedang membaca koran.
                         “Pak…” Panggilku.
                         “Adel! Kamu sudah selesai mengerjakan soal-soalnya?.” Tanya Pak Pasha.
                        “Sudah Pak. Hampir semua materi yang bapak berikan keluar dalam soal Olimpiade ini!. Terima kasih Pak sudah mengajari saya selama ini.” Ucapku.
                        Pak Pasha hanya mengangguk dan tersenyum kepadaku. Kami pun pergi sebentar untuk makan siang sambil menunggu pengumuman pemenang. Setelah makan siang kami kembali untuk mendengar pengumuman pemenang. Aku tak sabar siapa yg akan mendapatkan Beasiswa untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Mudah-mudahan aku diantaranya.
                        “Adik-adik sekarang waktunya pengumuman pemenang Olimpiade Sains tingkat Nasional. Dan seperti yang saya bilang 2 hari yang lalu pemenang akan mendapat kan Beasiswa. Dan … pemenangnya adalah…”
                       Aku semakin deg-degan menunggu siapa yang akan menjadi pemenang. Aku terus berdoa … berdoa… berdoa.
                       “Adel Puspitasari!.” Ucap laki-laki itu.
                       Aku kaget saat mendengar nama ku disebut. Semua hadirin pun bertepuk tangan saat mendengar nama ku.
                      “Kepada saudara Adel dipersilahkan menaiki podium.” Ucapnya.
                      Aku menaiki podium dengan setengah percaya bahwa aku telah menjadi pemenang. Ayah pasti bangga mendengar ini. Semua orang melihatku dengan rasa bangga, terutama Pak Pasha yang mengangkat dua jempolnya pertanda dia memberikan selamat. Setelah aku mendapatkan medali dan piagam, aku menuruni podium menemui Pak Pasha.
                      “Kamu hebat Adel, kamu bisa mengalahkan banyak peserta dan bisa mewujudkan cita-citamu. Bapak bangga mempunyai murid seperti kamu!.” Pak Pasha memberiku selamat.
                      “Terima kasih Pak. Ini semua berkat bapak yang selalu memotivasi saya hingga seperti ini. Ayah saya pasti sangat bangga dan senang mendengarnya.” Jawabku.
                      “Sama-sama Del. Lalu, kamu ingin masuk Universitas mana?.” Tanya Pak Pasha.
                      “Hmm… saya bingung Pak, mau masuk Universitas mana! Tapi, saya sudah memilih jurusannya. Yaitu, Fakultas Kedokteran.” Jawabku malu.
                      “Bagaimana kalau kamu masuk UI saja! Itu Universitas yang bagus untuk calon dokter seperti kamu.” Tawarnya.
                      “Saya pikir-pikir dulu Pak. Saya masih ingin mendiskusikannya pada ayah saya.”
                      “Ya sudah. Kalau begitu kita balik ke hotel saja untuk berkemas. Dan besok kami akan pulang ke desa, aku tidak sabar ingin memberitahu ayah tentang ini.

***

                      Esoknya, pagi-pagi sekali aku dan Pak Pasha berangkat ke desa dengan mobil yang sama pada waktu mengantarkan kami ke Jakarta. Sepanjang perjalanan aku memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Dan aku harus memilih Universitas mana yang akan aku pilih setelah lulus SMA nanti. Saat tiba di desa aku segera turun dari mobil dan berlari menuju rumah untuk menemui ayah. Sesampainya di rumah aku segera mencari ayah di halaman belakang dan menemukannya di sana sedang membuat bakul nasi.
                      “Ayah …” Ucapku.
                      Lalu ayah menoleh ke arahku, dan bangun untuk memelukku.
                      “Adel, kamu sudah kembali? Ayah rindu sekali pada kamu. Bagaimana perlombaannya? Apa kamu menang? Ayo beritahu ayah.” Tanyanya tak sabar.
                      Namun, aku hanya tersenyum dan tidak menjawabnya. Tapi aku malah memperlihatkan medali dan piagam yang aku peroleh dari Olimpiade Sains kemarin. Ayah tersenyum bangga kepadaku dan mencium keningku.
                      “Adel, kamu memang  anak yang bisa membahagiakan orang tua. Bapak bangga sekali pada kamu. Nggak sia-sia kamu belajar setiap hari dan balasannya kamu ikut Olimpiade hingga tingkat Nasional.” Ucap ayah.
                      “Iya yah. Adel juga senang bisa bahagiain ayah. Karena adel hanya punya  ayah dan nggak mau kehilangan ayah.” Balasku.
                      Kami berdua merasakan kebahagiaan bersama-sama. Dan au juga berterima kasih pada Ibu, mungkin Ibu bisa merasakan kebahagiaan ku dan ayah di sini.

***
                        1 minggu lagi aku akan mengikuti Ujian Nasional. Aku berharap bisa lulus dengan nilai yang baik. Dan bisa melanjutkan hingga ke perguruan tinggi. Setiap hari, setelah membantu ayah aku kembali membuka buku pelajaran ku dan mengingat-ngingat kembali materi yang di berikan oleh guru-guru di sekolah. Tak ada waktu yang aku sia-siakan untuk berleha-leha, karena Ujian sudah berada di depan mata. Dan itu adalah hal terberat yang aku akan alami esok. Namun, aku tidak akan menyerah sebelum mencoba demi masa depan ku.
                        “Del, apa kamu sudah makan?.” Tanya ayah.
                        “Sudah yah… Adel baru saja makan. Dan sekarang Adel mau belajar untuk Ujian besok.” Jawabku.
                        “ Ya sudah, ayah tidak akan mengganggu mu. Selamat belajar anak ayah!.” Ucapnya.

                        Ayah menghilang dari balik pintu kamar ku, dan masuk ke dalam kamarnya. Aku kembali membuka buku pelajaran ku dan membacanya. Cukup lama aku belajar malam ini, sehingga membuatku tertidur. Keesokan harinya, ayah membangunkan ku pagi-pagi sekali, agar aku bisa mempersiapkan diri menjelang Ujian di sekolah. Aku segera bangun dan bergegas menuju kamar mandi. Tak berapa lama kemudian aku keluar dari kamar dan sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
                       “Ayah, Adel berangkat dulu ya. Doa kan Adel agar bisa mengerjakan soal dengan baik.” Aku memohon doa kepada ayah, agar Ujian ku berjalan dengan lancar.
                       “Iya Adel, ayah akan mendoakan mu agar sukses mengikuti Ujian.” Ucap ayah.
                       Aku pun berpamitan pada ayah dan segera berjalan menuju sekolah. Hari pertama Ujian, aku bisa mengerjakannya. Hari kedua, tidak ada masalah hingga hari ketiga Ujian. Semuanya berjalan dengan lancar, tanpa mengalami kesulitan. Pengumuman kelulusan akan di umumkan 3 minggu lagi. Aku semakin tak sabar dengan hasil kerjaku. Apa aku lulus atau tidak, semoga aku lulus engan nilai sempurna.  
                        “Ayah, jika aku lulus nanti, ayah ingin mengkuliahkan ku di mana?.” Tanya ku pada ayah.
                        “Itu semua terserah kamu. Ayah hanya mengikuti saja jika itu memang yang terbaik untuk kamu. Memangnya kamu belum menentukannya?.” Ayah ku balik bertanya.
                        “Belum yah, Adel juga masih bingung menentukannya. Kata Pak Pasha lebih baik Adel masuk UI saja. Tapi Adel masih ingin memikirkannya dulu.” Jawabku
                                                                       
***

                         3 minggu kemudian, pengumuman kelulusan pun tiba. Aku segera melihat hasilnya di papan pengumuman sekolah. Aku terus mencari nama ku di sana, ternyata nama ku tercantum dan aku dinyatakan “LULUS” betapa senangya hati ku. Sampai-sampai aku berjingkrak-jingkrak karena begitu senangnya. Aku pun segera pulang ke rumah dan memberitahu ayah. Setelah mendengar aku dinyatakan lulus, ayah memelukku seerat-eratnya dan memberi ku selamat.
                         “Jadi, sekarang kamu ingin kuliah di mana Del?.”
                         “Adel sudah memutuskan kuliah di UI yah, ayah setuju kan Adel kuliah di sana?.” Ucap ku.
                         “Ayah pasti setuju kalau kamu kuliah di sana. Demi cita-cita yang sudah lama kamu impikan.” Jawab ayah.
                          Beberapa hari kemudian aku mengikuti tes untuk bisa masuk ke Universitas Indonesia. Dan ternyata, aku di terima menjadi mahasiswi di salah satu Universitas Negeri di Indonesia itu. Dan aku bertekad untuk bisa meraih cita-cita ku setinggi langit.
                         3 tahun kemudian aku berhasil menjadi Sarjana Kedokteran dan bekerja di salah satu rumah sakit terkenal di Indonesia. Aku bangga pada diriku karena bisa meraih kesuksesan yang tak pernah ku duga. Tak ada hal yang tak mungkin terjadi, jika kita mau berusaha untuk meraihnya.

0 Komengs "Cita-cita yang Terwujud"

Posting Komentar

dikomen juga boleh.. boleh banget malahan... :))